Pertemuan tahunan BI 2023 tentang Strategi Memperkuat Ketahanan dan Kebangkitan Ekonomi Nasional di Medan, Rabu (29/11/23) malam. (ft-ist) |
MEDAN, KLIKMETRO.COM - Perekonomian Sumatera Utara (Sumut) pada tahun 2023 dihadapkan dengan berbagai tantangan, namun tetap berhasil tumbuh dalam rentang 4,3-5,1% (yoy) seiring berlanjutnya pemulihan di tengah tingginya ketidakpastian global.
Karena itu, proyeksi inflasi Sumut pada tahun 2024 diperkirakan tetap terkendali dalam rentang sasaran 2,5%,+- 1%.
Untuk mencapai hal ini, diperlukan sinergi kebijakan pengendalian inflasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Bank Indonesia, optimalisasi anggaran pengendalian inflasi yang tepat sasaran, serta peran yang lebih penting dari Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) dalam mengatasi inflasi pada tahun 2024.
Hal ini dikatakan Deputi Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sumut, Yura A Djalins saat pertemuan tahunan BI 2023 tentang Strategi Memperkuat Ketahanan dan Kebangkitan Ekonomi Nasional di Medan, Rabu (29/11/23) malam.
Dikatakan Yura, bank Indonesia menyadari adanya tantangan, di tengah optimisme perekonomian Sumatera Utara, baik dari sisi global maupun domestik.
“Kenaikan suku bunga global, pelemahan ekonomi negara mitra dagang utama serta Risiko cuaca ekstrem akibat anomali iklim. Yang perlu diwaspadai di tahun 2024 yakni dari sisi global adalah berlanjutnya konflik geopolitik di kawasan Eropa dan Timur Tengah,” bilangnya.
Sambungnya, ekonomi domestik masih menghadapi sejumlah tantangan struktural, termasuk tantangan inflasi yang muncul dari kenaikan harga produk dan jasa impor (inflasi impor).
Kebijakan yang diambil oleh negara-negara produsen komoditas pangan utama berpotensi mengganggu pasokan dan menaikkan harga komoditas di Sumatera Utara.
Ekonomi Sumatera Utara, lanjut Yura, juga belum terdistribusi secara merata, masih terpusat di Pantai Timur, khususnya kawasan Mebidangro. Hal ini, disebabkan oleh pembangunan infrastruktur yang belum merata, yang dapat menghambat potensi aglomerasi industri.
“Infrastruktur di kawasan wisata Sumatera Utara juga masih terbatas, seperti yang diindikasikan oleh survei Guality Tourism Bank Indonesia yang menunjukkan beberapa aspek infrastruktur yang masih memerlukan perhatian, seperti jalan, listrik, air, dan internet di kawasan wisata Sumatera Utara,” bilangnya.
Selain itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan adopsi praktik berkelanjutan oleh pelaku bisnis dan optimalisasi pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di Sumatera Utara.
Penggunaan EBT masih di bawah 50% dari total potensi yang ada dan masih didominasi oleh tenaga minihidro.
“Masih rendahnya tingkat adopsi sistem pembayaran digital juga menjadi tantangan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya literasi keuangan digital, infrastruktur jaringan telekomunikasi yang belum merata, dan kurangnya inovasi layanan digital di daerah,” ucapnya.
Selain itu, sambung Yura, perlu ditingkatkan paradigma pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam mengadopsi teknologi digital.
“Karena inovasi dan adopsi teknologi penting agar pelaku UMKM dapat menjalankan proses bisnis sesuai dengan praktik terbaik untuk mencapai produktivitas yang optimal,” katanya.
Dalam menghadapi berbagai tantangan ini, Provinsi Sumatera Utara perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk memperkuat sinergi dan membangun optimisme terhadap kebangkitan ekonomi.
"Terutama dalam merumuskan langkah-langkah antisipatif yang efektif terkait pengendalian inflasi.
Ini termasuk memperkuat kolaborasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan GNPIP," tandasnya. (sit)