Pembunuhan Rianto Simbolon, 7 Anaknya Trauma, LBH PPTSB : Poldasu Harus Turunkan Tim

Sabtu, 15 Agustus 2020 / 18.11
Tim LBH PPTSB.
Tim LBH PPTSB bersama tujuh anak almarhum Rianto Simbolon di kediaman korban.
SAMOSIR, KLIKMETRO - Meski empat pelaku pembunuhan Rianto Simbolon sudah ditangkap, namun kedukaan masih tersirat di wajah tujuh anak-anaknya. Bagaimana tidak, mereka kini menyandang status yatim piatu. Istri Rianto Simbolon, ibu mereka sudah meninggal 2 tahun lalu.

Keprihatinan inilah yang membuat tim LBH Parsadaan Pomparan Toga Sinaga Dohot Boru (PPTSB) meminta agar pihak kepolisian memberikan hukuman maksimal terhadap para pelaku. Warga Desa Sijambur, Kecamatan Ronggur Nihuta, Kabupaten Samosir, ini meninggalkan 7 orang anak yaitu 4 laki-laki dan 3 perempuan.

Anak pertama bernama Menanti br Simbolon (17 tahun) duduk di kelas XII SMA Negeri I Kecamatan Ronggur Nihuta, anak kedua dan ketiga dan keempat masih duduk di kelas I, II dan III SMP Ronggur Nihuta, anak kelima dan keenam ada di Panti Asuhan Sitinoraiti, satu duduk di kelas 4 SD dan anaknya paling kecil masih berusia 5 tahun.

"Para pelaku harus mendapat hukuman maksimal, karena tak sekadar menghilangkan nyawa korban, melainkan juga membuat ketujuh anak korban mengalami trauma psikis,'' kata Dwi Ngai Sinaga SH MH, selaku penasehat hukum keluarga korban yang juga tim LBH PPTSB kepada wartawan, Sabtu (15/8/2020).

Dijelaskan Dwi, sejauh ini jajaran Polres Samosir telah berhasil menangkap empat dari enam pelaku. Dua pelaku lainnya masih proses pencarian.

"Keluarga korban berharap dan memohon agar dua pelaku lagi segera ditangkap. Usut tuntas kasus ini untuk mengetahui siapa-siapa saja yang terlibat dalam perbuatan tersebut," ungkapnya.

Secara tegas, Dwi mendesak Kapoldasu agar bisa segera membentuk tim untuk memburu dua pelaku yang belum tertangkap. "Kami atas nama keluarga almarhum mendesak Bapak Kapoldasu Irjen Pol Martuani Sormin Siregar agar membentuk tim selain melakukan pengawasan terhadap personil Polres Samosir agar bisa memburu pelaku lainnya secara tegas," kata Dwi.

Lanjutnya lagi, para pelaku harus diganjar dengan hukuman yang seberat-beratnya, sesuai dengan laporan polisi keluarga korban. "Perbuatan yang dilakukan para pelaku adalah sudah sangat terencana. Para pelaku harus dijerat dengan Pasal 340 KUHPidana tentang pembunuhan berencana dan Pasal 170 KUHPidana," paparnya.

Atas dasar itu, Dwi juga meminta agar seluruh masyarakat ikut mengawal proses hukum hingga para pelaku dihukum sesuai dengan perbuatannya.

"Didalam proses perjalan kasus ini hingga masuk ke tahap persidangan , mari kita bersama masyarakat mengawal seluruh proses hukum.Termasuk para jajaran para penegak hukum di Kejaksaan bisa jeli dan teliti serta memberikan vonis yang tegas kepada para pelaku.Kami berharap para penegak hukum ini agar turut serta dapat diawasi oleh Komisi Kejaksaan Republik Indonesia ," harap Direktur LBH IPK Sumut ini.

Dwi juga mengharapkan agar para aparat penegak khukum, mampu menciptakan hukum dengan seadil-adilnya, tanpa ada intervensi dari pihak manapun yang berkepentingan.

Dwi menambahkan, untuk menjaga psikologis anak-anak korban, Dwi berharap agar lembaga-lembaga negara terutama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dapat memberikan perlindungan.

"Dalam faktanya memang hanya satu orang yang dibunuh oleh para pelaku. Akan tetapi ada tujuh orang anak yang psikologisnya dan harapannya telah direnggut oleh para pelaku. Anak-anak tersebut yang seyogianya masih merasakan kasih sayang orangtua, karena perbuatan keji para pelaku telah menghilangkan harapan tersebut," sebutnya seraya berharap pemerintah dalam hal ini Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia turut andil besar memberikan perhatian kepada anak korban.

Informasi yang diperoleh, para pelaku ternyata merupakan keluarga dekat korban. Bahkan rumah para pelaku masih berdekatan dengan rumah korban, ada yang di depan rumah serta dibelakang rumah korban dan termasuk merupakan tetangga dekat rumah. Bahkan korban dan pelaku tampak beberapa kali minum tuak bersama di lapo sekitar Desa Sijambur.

Tampak di rumah duka, anak-anak almarhum terlihat sangat berduka. Kendati kematian ayahnya sudah sepekan berlalu, tapi mereka tampak sangat kehilangan. Bahkan si sulung, Menanti Br Simbolon tak henti-hentinya mengeluarkan airmata.

Untuk diketahui, peristiwa naas itu diketahui warga Desa Pardomuan I tepatnya di simpang antara Gereja Advent dan Kafe Buni-Buni yang terkejut mendapati seseorang tewas tergeletak berlumuran darah dipinggir jalan menuju Ronggur Nihuta, di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir pada Minggu, (9/8/2020).

Pihak kepolisian Samosir yang mendapatkan laporan tersebut langsung turun ke lapangan dan membawa korban ke RSUD Hadrianus Sinaga. Sementara hasil penyelidikan, diketahui korban tewas karena dikeroyok. Empat dari enam pelaku sudah diamankan, sementara dua lagi masih dalam pencarian.

Diuraikan Dwi, peristiwa ini bermula, Rabu (5/8). Ketika itu timbul percekcokan diantara para pelaku dan korban. Sakah seorang pelaku bahkan telah mengeluarkan sebilah pisau. Akan tetapi niat pelaku tidak terlampiaskan. Keesokan harinya kembali timbul percekcokan antara para pelaku dan korban di salah satu kedai tuak di daerah Ronggur Nihuta tersebut. Lagi-lagi niat para pelaku tetap tidak terlampiaskan. Nahas menghampiri korban pada Minggu (9/8). Sebab korban telah ditemukan bersimbah darah di jalan menuju ke rumahnya.

Sesuai dengan alur kronologis, ujar Dwi, pembunuhan tersebut diduga sudah direncanakan terlebih dahulu oleh para pelaku. "Maka para pelaku harus ditindak tegas dan mengusut tuntas orang-orang yang diduga ikut dalam perbuatan keji tersebut sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di negara ini," tegasnya. (romu)
Komentar Anda

Terkini