Demo buruh di Kantor Walikota Medan, beberapa waktu lalu. |
Ketidaklayakan ini diungkapkan Anggota DPRD Medan, H Rajuddin Sagala. Dia bahkan menilai, layaknya kenaikan upah buruh 11 persen karena saat ini banyak kebutuhan masyarakat mengalami kenaikan harga.
"Perhitungan UMP dan UMK harus melibatkan semua sektor. Jangan hanya memikirkan perusahaan atau pengusaha, tapi juga nasib buruh ikut diperhitungkan,'' kata Rajuddin pada media ini di Gedung DPRD Medan, Rabu (21/11/2018).
Apalagi mengingat harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Tarif Daya Listrik (TDL), sembako dan kebutuhan masyarakat lainnya saat ini juga mahal. Jadi kenaikan upah buruh yang ditetapkan Gubsu Edy Rahmayadi beberapa waktu lalu, tidak sebanding dengan mahalnya harga kebutuhan hidup.
Politisi PKS ini menilai, pantasnya UMP di 2019 naik 11 persen, begitu juga dengan kenaikan UMK di Medan. "Tahun 2018 UMK di Medan berkisar Rp 2.749.074, nah kita harapkan 2019 UMK naik 11 persen atau berkisar di atas 3 jutaan,'' ujar anggota Komisi B yang membidangi masalah tenaga kerja ini.
Rajuddin menambahkan, Kota Medan merupakan kota terbesar ketiga setelah DKI Jakarta dan Surabaya. Sementara UMK 2019 untuk Surabaya mencapai Rp 3.871.052,61 (berkisar Rp 3,8 jutaan). "Saya rasa layak UMK di Medan naik 11 persen. Semoga Dewan Pengupahan Medan bisa secara bijak menetapkan upah dan melihat dari sisi kebutuhan buruh, jangan hanya mengacu kepada PP 78/2015,''harapnya.
H Rajuddin Sagala. |
Sementara untuk diketahui, hingga saat ini Dewan Pengupahan Kota Medan masih melakukan pembahasan dan belum menetapkan berapa kenaikan UMK.
Sebelumnya diberitakan, ratusan buruh beberapa kali berunjukrasa ke Kantor Gubsu dan Walikota Medan menolak kenaikan UMP 8,03 persen. Buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Metal Pekerja Indonesia (FSMPI) Provinsi Sumut menuntut agar UMK Medan 2019 sebesar Rp 3.436.342.
Ketua FSMPI Sumut, Willy Agus Utomo menyatakan, jika mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015, diperkirakan UMK Medan tahun depan sekitar Rp2,9 juta. Perkiraan ini dihitung dari UMK tahun 2018 sebesar Rp2,7 juta.
"Kami perkirakan UMK Medan 2019 naik 8,03 persen dari Rp2,7 juta. Kami nilai itu kenaikan itu tak layak. Kami minta penetapan upah nantinya tidak mengacu pada PP 78/2015 sebesar 8,03 persen, tetapi harus 25 persen atau Rp3,4 juta," ujarnya.
Selain menuntut agar pemerintah segera mencabut kebijakan upah murah atau PP 78/2015, massa buruh juga meminta agar sistem outsourcing dihapus. (mar)